Bab 1 Roman Hellen dari Troya
www.duniasastra.com Kisah ini berawal saat Ilus memenangkan berbagai pertandingan yang diadakan oleh Raja Frigia, dihadiahinya ia seratus orang budak dan seekor sapi bertotol. Kemudian sang Raja bertitah kepadanya, “Ikutilah binatang ini, sebab ia suci dan akan menuntunmu kesuatu tempat, dan disana engkau harus membangun kotamu sendiri ! “ Setelah berjalan kesana-kemari sampailah mereka di bukit Ate, sang sapi terlihat kelelahan dan jatuh tersungkur kebumi, dan itu menunjukkan bahwa disanalah kota baru itu harus dibangun.
Tak lama kemudian Ilus membangun Istana bernama Troya yang dipersembahkan bagi baginda Tros ayahandanya. Kemegahan kuil Athena dan Paladium menjadi pelindung kebesarannya…. Namun takdir berkata lain, dibalik kedigdayaannya….bayangan gelap selalu menghantui perjalanan sejarah orang-orang Troya. Konon suatu saat nanti kelak tongkat kejayaan Troya akan berakhir , saat anak keturunannya Raja Priamus pemimpin besar Troya yang Agung , melahirkan anak bernama Paris yang konon kabarnya akan membawa suatu bala bencana…. Berselang waktu yang agak lama ramalanpun terpenuhi, sesaat sang bayi lahir; Hekabe istri Priamus bermimpi perihal kehancuran Kota Troya, demi kebaikan dan kejayaan bangsa Troya, penasihat istana mengusulkan agar sang jabang bayi dikurbankan . Dititipkanlah si bayi pada Agelaus si pengembala agar dibunuh….
Namun apalah daya, sepatuh-patuhnya abdi pada sang raja , sekuat-kuatnya niat untuk menghabisi nyawa, menjadi pupus luluh tak berdaya manakala melihat bening kepolosan mata dari si jabang bayi, Maka niat jahat itupun di urungkan…. Diletakkannya sang jabang bayi di lereng gunung Ida, berharap takdir menentukan langkah hidup selanjutnya…. Sepulangnya dari bukit , Agelaus sang pengembala, menjadi tak tenang hati, “Oh, betapa kejamnya aku ini, sebuas apapun singa takkan mungkin membiarkan bayi kecilnya mati merana, Kutukan apa yang aku jalani, sehingga mata bathinku tertutup karenanya. Akankah darah dan rengek tangis bayi itu kelak menghantui setiap malam-malamku?!…Oh, bayi yang manis kau terusir laksana Dewi Ate, betapa malangnya nasibmu kini !. Maafkanlah atas tindakanku ini, kalau bukan karena perintahnya tak sudi aku menurutinya” , begitulah ucapan getir hati Agelaus… Karena selalu diliputi oleh rasa bersalah, sesaat kemudian sang pengembala memutuskan untuk kembali kehutan, alangkah terkejutnya ia manakala melihat sang bayi sedang disusui seekor beruang….
Takjub melihat pemandangan yang ajaib tersebut, Agelaus menitikkan airmata tanda haru, selangkah kemudian ia merengkuh bayi yang masih merah itu, mendekapnya dalam pelukan hangat lalu bergumam, “Dewa-dewa menghendaki anak ini hidup!”. Iapun membawa sang anak kegubuknya dan membesarkannya bersama anak laki-lakinya yang baru beberapi hari sebelumnya dilahirkan. Paris tumbuh nyaris sempurna, badannya kekar, otaknyapun cerdas dan tingkah lakunya yang anggun menandakan bahwa ia keturunan darah bangsawan. Ketika muda ia sering mengembalakan ternaknya dibukit-bukit gunung Ida,tanpa ia sadari karena ketampanannya pula ia sering disukai lawan jenisnya.
Hati Paris muda tak begeming, ia lebih memikirkan keadaan ternak-ternaknya dipadang. Pernah suatu saat pegawai pemerintahan mengambil ternaknya secara paksa, salah satu ternaknya akan diperebutkan sebagai hadiah dalam pertandingan yang akan dilansungkan diistana, acara tahunan itupun diadakan guna mengenang pengorbanan besar “Putra Troya” , yang tentu saja yang dimaksud tak lain adalah Paris. Penduduk kota Troya tidak tahu bahwa ia masih hidup dan diasuh oleh seorang pengembala. Bangsa Troya saat itu meyakini bahwa sang pewaris tahta telah mati ketika masih dalam masa persusuan, akibat suatu penyakit tertentu. Guna membela hak-haknya yang telah dirampas secara paksa, maka Paris mendaftarkan diri untuk ikut dalam pertandingan yang akan dilangsungkan ditahun depan.
Niatnya hanya satu; merebut kembali ternaknya yang telah menjadi tumpuan hidup keluarganya yang miskin. Pada sebuah perkampungan terpencil,terlihat seorang pemuda sedang giat berlatih memainkan pedang dan tombak. Dia adalah Paris, dadanya bidang, Otot-otot tangannya tampak menonjol. Setelah berlatih siang-malam tanpa kenal lelah, genap setahun ia telah banyak menguasai berbagai teknik peperangan. Kini tibalah saatnya waktu yang yang dinantikan datang , dengan restu kedua orang tua berangkatlah ia ke Troya.
Berangkatlah ia dengan gagah berani bersama ratusan ksatria Troya lainnya menuju alun-alun istana. Dalam pertandingan itu, berbalut darah dan luka Paris berjuang pantang menyerah, dalam setiap ayunan pedang , ia membayangkan wajah penuh harap dan cemas dari orang-orang terkasih yang sedang menantinya dirumah . Semangat itulah yang membakarnya hingga ia memenangkan setiap pertandingan yang dilaluinya. Paris memenangkan pertandingan tersebut dan ternak yang semula miliknya kini diserahkannya kembali dengan suka cita pada sang ayah tercinta.
Karena keberanian dan pengorbanannya itulah masyarakat mejulukinya sebagai “Alexander” yang berarti “Pembela yang gagah berani”. Untuk merayakan sang pemenang pestapun digelar seharian penuh, beberapa kerabat dekat istana tampak hadir memenuhi acara. “Siapakah pemuda hebat ini? ” bisik Raja Priamus pada penasehatnya.”Dia hanyalah anak pengembala biasa Baginda !”.
“Panggilkan dia kesini segera, dari tanda lahirnya sepertinya aku pernah mengenal anak muda tersebut!” Dipanggilah Paris menghadap sang raja, sambil membungkukkan badan sebagai tanda homat dan takzim ia berkata; “Ada apa gerangan sehingga baginda memanggil hamba menghadap?”,”Bukankah aku terlalu hina sehingga tak pantas untuk dilihat, apalagi untuk melihat kebesaran wajah Baginda Priamus Yang Agung!” Sambil merantangkan tangannya Sang Raja menjemput dan menyapa bahu Priamus, “Wahai Ksatria muda yang indahnya membuat bintang tampak malu berkilau, siapa dan dari manakah engkau berasal ?”.
“Hamba putera Agelaus sang pengembala, kami tinggal dibukit Ida, ayahku sempat mengabdi pada Baginda sebagai pengurus istal dikerajaan ini!” “Pangil ayahmu kemari dan aku ingin berbicara empat mata dengannya!” ujar Raja Priamus cemas. Perasaannya berkata bahwa pemuda ini mirip dengan mendiang putranya yang dihilangkannya dulu sewaktu kecil. Namun perasaannya itu dengan mudah ia tutup dengan kewibawaannya. Tak berselang lama kemudian, tibalah Agelaus dengan beberapa pengawal istana menuju pendopo istana.Tampak diwajah Agelaus sebuah mimik ketegangan yang teramat, hati kecilnya tak sanggup menyembunyikan siapa sebetulnya Paris dihadapan Raja Priamus Yang Agung. Disebuah ruangan yang terpisah Raja Priamus berdialog serius dengan Agelaus, terbukalah apa-apa yang selama ini ditutup-tutupinya. Seusai pesta, gemparlah seluruh kerabat dekat istana. “Priamus yang malang masih hidup!”…”Bahkan ia mewariskan ketampanan dan kecakapan Ayahandanya!” ujar salah satu abdi dalam istana -berseru histeris kepada yang lainnya. Beberapa saat istana berada dalam suatu keheningan panjang , hal tersebut menandakan prahara yang begitu besar sedang mengelayuti langit-langitnya. Kecemasan tersbut malah telah menciptakan polemik dalam kerajaan “Apakah yang akan dilakukan Raja?, akankah ia kembali akan membunuh putranya atau menerimanya dengan penuh kebanggaan?”..”Hukuman apa yang kelak akan dijatuhkan kepada si tua bangka Agelaus sang pengkhianat?” Sebuas-buasnya dan setajam-tajamnya taring buaya, maka naluri menuntunnya pada kelembutan agar bayi mungil yang dibawanya tak terluka” Begitulah yang terjadi pada ayah dan anak yang telah lama tak berjumpa ini. Walau pernah terbesit niat jahat untuk menghabisi nyawa sang anak tercinta, hati sang raja menjadi luluh takkala melihat keindahan dan kecakapan yang menyerupai sosok dirinya , yang telah lama terpisah kini hadir dihadapannya.
Sambil merentangkan tangannya, ditengah-tengah rapat kerajaan Raja Priamus bertitah, “Oh Paris, engkau adalah cahaya mataku.Kilau kebesaranmu adalah bara api yang menyemangati hidupku. Biarkanlah aku yang telah tua ini binasa, tapi tidak tunas mudaku Paris…Biarlah kuncup hatinya tumbuh bekembang dalam hatiku yang terselubung debu kelam niatku, dan biarlah embun airmata sesalku membasuh debu hitam yang melekat pada wajahku sendiri.”… ” Sebatang arang nan hitam tak mungkin lagi berubah menjadi kayu, Kekhilafan dan kebodohan adalah bingkai kelamku dimasa lalu.
Walaupun beribu ucapan maaf takkan cukup untuk merubah segalanya, kuyakin dengan tangis ketulusan, pintu hatinya akan terbuka untukku. “ “Aku adalah ayah sekaligus musuhnya dimasa lalu, namun kini sekiranya seluruh penduduk bumi mengutuk dan menghendakinya binasa, maka aku kan membelanya.
Biarlah mereka-mereka meludahi jubahku, tapi tidak pada jubah kehormatannya!”. “Biarlah mereka-mereka merebut mahkota dariku, tapi tidak dengan nyawa buah hatiku, kehidupannya adalah kehidupanku , begitu juga dengan kematiannya adalah kematianku!”…”Biarlah takdir berjalan menurut cinta, bukan takut akan kutukan -juga pada kematian !”
Bersambung……
Hartono Benny Hiidayat