Didalam diri manusia , “ruh suci” tidak pernah sendiri, karena didalam dirinya manusia tetaplah masih manusia. Bahkan banyak diantaranya masih belum bersifat manusia –hanya bayangan kerdil makhluk tanpa bentuk, mengembara dalam tidur dibalik kabut mencari kebangkitannya.

Keadilan tidak serta merta dipisahkan dari kezaliman , begitu pula kebaikan dan kejahatan. Keduanya sama-sama bergelar dihadapan wajah matahari , sebagaimana benang tenun hitam dan putih suci bersama menganyam selembar kain .

Dan apabila seseorang hendak menjatuhkan vonis atas nama ‘ hukum’ demi tegaknya keadilan , laksana “Ia” mengayunkan kapak ke batang pohon yang dihinggapi “setan” , hendaklah “dia” melihat dahulu akar pohon itu-dan disana “ia” akan mengetahui “akar” yang masih baik, akar yang sudah buruk, akar yg masih mengandung harapan serta akar kesia-sian yang hanya mengandung kemandulan jiwa.

Semuanya teranyam dalam jalinan mesra dipusat bumi yang diam. Dan kalian wahai hukum 2 yg harus adil , apakah hukuman yang akan kalian jatuhkan kepada orang-orangyang jujur dijasmani tapi tapi curang didasar hati ?!…..Putusan apa yg akan kalian timpakan kepada pembunuh manusia, tapi dirinya telah “tersembelih” dalam jiwa?!…Dan apa tuntutan kalian bagi para “pendosa” yang telah tersiksa oleh penyesalan yangf melebihi besarnya tindak pelanggaran ?…..Bukankah rasa sesal juga bentuk hukuman yg ingin kalian langsung jatuhkan oleh hukum yang “ sejatinya “ ingin kalian tegakkan ?

Bagi jiwa yg berhasrat untuk memahami keadilan, hampirilah rasa adil itu dengan benderang cahaya . Hanyalah demikian kalian akan paham , bahwa “Ia” yang tegak dan “Ia” yang jatuh , orang yang sama juga .Ia berdiri diantara keremangan surya , antara malam si”makhluk kerdil” dan siang hari si”Jiwa suci” . Dan nanti akan kalian sadari bahwa batu yang ada ada dipuncak singgana tidak lebih mulia dari batu landasan yang paling bawah.

Tentang Undang-Undang…..

Kalian membuat Undang-undang laksana anak-anak yang sedang asik dan serius membuat menara pasir dipantai lalu sambil tertawa gembira kalian hancurkan sendiri menara-menara itu……

Mereka melihat kehidupan seperti bongkahan karang dan Undang-undang sebagai pahatnya, untuk mengukir hiasan “hukum” menurut selera manusia.

Kalian jiwa yang terang dapat melihat orang yang berdiri dibawah sinar matahari tapi dengan “wajah berpaling” dan “ punggung membelakangi”….

Mereka hanya melihat bayangan sendiri dan bayangan itu mereka jadikan undang-undang.

Apa arti”Matahari” bagi mereka, selain merayap tersiksa menyusuri bayangannya sendiri. Tapi kalian jiwa yang berjalan menghadapkan “wajah” kearah “Matahari” , adakah bayangan diatas tanah yang akan menghalangi ?

………( Mari kita renungkan !……………)
Hartono Beny Hidayat Elaborasi with KG

www.duniasastra.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *